Jumat, 14 Januari 2011

Kurcaci Butut dalam ruang Imajiku

Kurcaci butut di kepalaku
teriak tanpa mulut
Meraba tanpa rasa
Melihat tanpa mata
Mendengar tanpa telinga..
Kurcaci butut...
merenggut nyali wajah-wajah yang cemberut
Sia-sia jika kau tuliskan pesan berturut-turut
Kurcaci butut tak mengerti arti yang tersangkut
Sia-sia jika kau berikan kepadanya nasihat
Dalam kalut kurcaci berkhianat
Kurcaci butut “begitulah ia kusebut”
Benak hitam yang membuat anganmu kalang kabut..
Benak hitam ketika Puisimu mengawang tak mampu kau sambut..
Kau pujangga..
Biarkan saja dia ada..
Mungkin kau punya sebutan lain untuknya..
Tapi aku lebih suka menamakannya “kurcaci butut”..
Karena sekarangpun dia masih menyelinap dibenak Hitamku
Membawa pergi jutaan kosa-kata..
Membuat puisi tak lagi ramah DiCerna..
Kurcaci Butut..
Ia tak suka lagu-lagu sendu..
Imut wujudnya tak pernah akrab dengan cerita Romansa
Kurcaci Butut..
Mungkin sisi lain dari imajiku
Satu sisi dalam benakku..
Yang tak pernah tersentuh oleh lembut Aura Cinta
Saat marah kian menjelma..
Atau mungkin “Putus Asa”
Tapi mengapa?
Karena aku akan tetap suka..
Setidaknya ada sisi lain yang aku punya..
Sisi yang menggantikan kata Putus Asa
Menempatkan dua kata bijaksana
“berhenti Berharap”, Itu saja..
Karena aku tahu..
Dibenakku masih ada sejuta Asa..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar